Setiap manusia dilahirkan pada saat masi kanak-kanak
mempunyai keinginan yang bebas merasa mau untuk mengetahui segala sesuatu ingin
melakukan semua tindakan yang dianggapnya baru. Akan tetapi terkadang ada
hal-hal yang dimana dianggap tabu ketika masa kanak-kanak. Contohnya saja
ketika kita ingin mencoba untuk memotong sesuatu dengan menggunakan benda tajam
terkadang, orang tua atau sanak famili yang melihat kita melangrangnya. Hal
yang seperti itu secara tidak langsung mencoba untuk meredakan rasa keingin
tahuan anak-anak. Dengan kata lain proses penjajahan di mulai pada saat
kanak-kanak dan para pelakunnya adalah orang-orang disekitar kita.
Pun hal tersebut berjalan sampai kebangku sekolah. Saya
teringat ketika waktu duduk dibangkuh sekolah dasar (SD). Saya diajarkan dengan
mata pelajaran matematika 1+1 =2. Hal tersebut adalah suatu keharusan dari
entitas 1 yang kemudian ditambahkan 1 lagi,
yang menghasilkan suatu nilai yakni 2. Pada awalnya saya mengiyakan akan
tetapi seiring waktu berjalan hal terbut saya pertanyakan kembali. Mengapa
demikian adanya ? apakah memang dari nilai satu itu suatu pola determinisasi
ketika di tambahkan dengan 1 menghasilkan 2?. Bagamana dengan 1 sapi + 2 ayam
apakah bisa menghasilkan 3 sapi?. Ataukah 1 wanita + 1 pria akan menghasilkan 2
manusia?.
Belum lagi dengan pelajaran Bahasa Indonesia yang membuatku
bingung dengan pola-pola bermcam-macam kata imbuhan, maupun kojungasi yang kian
larut dalam suatu teori yang menurutku tak dapat dipakai untuk bahasa
komunikasi pergaulan. Apakah bahasa indonesia mampu menjawab ketika saya berada
pada masyar5akat sekitar hutan yang belum mengenal bahasa negara ini?. contoh
kongkrit saja ketika kita ingin berkomunikasi kepada masyarkat suku pedalaman
yang belum terjamah oleh ilmu pengetahuan yang katanya memanusiakan manusia.
Apakah bahasa indonesia bisa menjawab hal tersebut?. “ini bapak budi, ini ibu
budi” kesemuanya hanya budi mengapa bukan baco, atau daeng atau juga pak de,
ataukah teteh atau mungkin juga mas eko, bisa juga akang. Kenapa harus budi?.
Berlanjut kesekolah menengah pertama bermunculan mata
pelajaran yang aneh-aneh. Dimulai dari biologi dan di akhiri oleh ekonomi. Mata
pelajaran ini hanya mencoba memberikan pendeskripsian tentang sesuatu yang
berada pada tumbuhan, manusia, binatang dan maupun juga alam semesta. Biologi mencoba menjawab hal-hal apa saja
yang berada di dalam tubuh kita di mulai dari sel membentuk suatu organ
kemudian membentuk suatu organisme dan diakhiri dengan suatu komunitas. Dan
katanya hal yang di butuhkan untukbertahan hidup itu adalah glukosa dalam hal
ini penghasil enregi dimana glukosa tersebut di dapatkan dari makanan. Terus
bagaimana dengan para pertapa yang dimana hari, bulan, bahkan bertahun-tahun
tanpa glukosa dalam hal ini mereka tidak makan. Apakah biologi bisa menjawab
hal tersebut?. Sebagaiman pola tadi bahwa manusia mebutuhkan energi untuk
bertahan hidup. Terus yang aku paling herankan kita cuman diajar hal-hal yang
berkaitan dengan alat reproduksi kita akan tetapi tidak pernah diajarkan
bagaimana menggunakan alat reproduksi itu dengan benar. Karena hal terbut
dianggap tabuh dan tak layak untuk diperbincangkan karena kalian masih hijau.
Tak heran rasa penasaran terbut di jadikan suatu gaya hidup.
Ketika beranjak ke sekolah menengah atas mata pelajaran kian
di fakultatif kan pembagian kelas antara ilmu eksakta, ilmu non eksata, serta
humaniora menjadikan suatu pilihan yang harus dan wajib bagi seorang siswa. Dan
jangan heran ketika para siswanya berpikir secara fakultatif dan cendrung
memandang golongan-golongan ilmu tersebut sebagai ego yang membentuk siswanya.
Hal yang menarik yang kudapatkan dari fisika ketika duduk di
bangku sekolah menengah atas ialah rumus kekekalan energi dimana energi tak
dapat di musnahkan tak dapat diperbaharui tak dapat diciptakan. Akan tetapi
energi dimanakah engkau berada?. Dan bagaimanakah rupamu?. Menarik ketika alber enstain menciptakan
rumus dimana E= M.C (kuadrat). Dan hal
tersebut dipakai untuk merumuskan kecepatan cahaya, jarak antara bumi dari
matahari, jarak antara bumi dan planet-planet lain. Saya heran apakah kalian
para penemu pernah ke planet-planet lain dan menghitung berapa jaraknya
sehingga kalian memastikan angka yang menurutku terlalu dipaksakan.
Belum lagi kita harus menghapal para penemu-penemu suatu
benda. Yang saya herankan apakah hal tersebut dapat membantu kita ketika kita
mempunyai suatu masalah?.
Dan sampailah ketika dimana masa transisi pola pemikiran
anak muda yang suka akan kebebasan menjurus ke masa dewasa. Pola perkuliahan
yang sedari awal sejak masa sekolah menengah difakultatifkan. Hal terbut masuk
ke sub sistem yang lebih detai dari pelajaran akan sesuatu. Coba kalian cerna
bagaimana pola pengajaran di bangku kuliah. Kalian disuruh untuk mengerjakan
tugas tanpa pemberian suatu materi dalam hal ini gaji (uang) akan tetapi kalian
dikonstruk bahwa yang bermakna nilai itu adalah A, B, C, D, dan E.
Metode penagajaran yang cendrung memberikan tanpa boleh
menanggapi, metode pengajaran yang kakuh keluar dari basic akademosnya plato.
Dimana pola pengajaran kita harus berada dalam suatu sangkar. Dan pola
pembelajaran harus sesuai dengan apa yang di berikan oleh pihak dosen tanpa
boleh ada dari referensi-referensi lain. Apakah kalian tidak merasa seperti
mesin yang prosesnya input menghasilkan output, memberikan tugas kemudian
mengumpulkan. Dan kalian dituntut harus menguasai apa kebutuhan pasar saat ini.
dan kalian tidak menyadari bahwa kalian saat ini tengah dijual untuk memenuhi
kebutuhan pasar.
“kita hidup, kemudian bekerja, membentuk keluarga, kemudian
mati” itulah manusia
“binatang hidup, kemudian mencari makan dan berkembang biak,
kemudian mati” itulah binatang
“tumbuhan hidup dari anakan, kemudian mengolah makanan
sendiri (fotosintetis) melakukan perkwainan dan mati” itulah tumbuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar