METAFISIKA DAN RUH
ABSOLUT
Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak idealisme
Jerman. Filsafatnya banyak diinspirasikan oleh Imanuel Kant dengan filsafat
ilmunya ( filsafat dualisme), Kant melakukan pengkajian terhadap kebuntuan
perseteruan antara Empirisme dan Rasionalisme, keduanya bagi Kant
terlalu ekstrem dalam mengklaim sumber pengetahuan. “Revolusi Kantian” kemudian
berhasil menemukan jalan keluarnya.
Hegel
yang pada awalnya sangat terpengaruh oleh filsafat Kant tersebut kemudian
menemukan jalan keluarnya melalui kontemplasi yang terus menerus. Ketertarikan
Hegel sejak awal pada metafisika, meyakinkannya bahwa ada ketidak jelasan
bagian dunia, bagi Bertrand Russell pemikirannya kemudian merupakan
Intelektualisasi dari wawasan metafisika
Pada
dasarnya filsafat Hegel mematahkan anggapan kaum empiris seperti John Lock,
Barkeley dan David Hame. Mereka ( kaum empiris ) mengambil sikap tegas pada
metafisika, bagi Lock metafisika tidak mampu menjelaskan basis fundamental
filsafat atau Epistimologi ( bagaimana realitas itu dapat diketahui )
dan tidak dapat mencapai realitas total, pendapat ini diteruskan kembali oleh
David Hume bahwa metafisika tidaklah berharga sebagai ilmu dan bahkan tidak
mempunyai arti., baginya metafisika hanya merupakan ilusi yang ada diluar batas
pengertian manusia.
Dengan
metafisika kemudian Hegel mencoba membangun suatu sistem pemikiran yang
mencakup segalanya baik Ilmu Pengetahuan, Budaya, Agama, Konsep Kenegaraan,
Etika, Sastra, dll. Hegel meletakkan ide atau ruh atau jiwa sebagai realitas
utama, dengan ini ia akan menyibak kebenaran absolut dengan menembus
batasan-batasan individual atau parsial. Kemandirian benda-benda yang terbatas
bagi Hegel dipandang sebagai ilusi, tidak ada yang benar nyata kecuali
keseluruhan (The Whole).
Hegel
memandang Realitas bukanlah suatu yang sederhana, melainkan suatu sistem yang
rumit. Ia membangun filsafat melalui metafora pertumbuhan biologis dan
perubahan perkembangan atau bisa disebut dengan organisme. Pengaruh konsep
organisme pada diri Hegel, membuatnya memandang bahwa organisme merupakan model
untuk memahami kepribadian manusia, masyarakat, institusi, filsafat dan
sejarah. Dalam hal ini organisme dipandang sebagai suatu hirarki, kesatuan yang
saling membutuhkan dan masing-masing bagian memiliki peran dalam mempertahankan
suatu keseluruhan.
Segala
sesuatu yang nyata adalah rasional dan segala sesuatu yang rasional adalah
nyata (all that is real is rational and all that is rational is real) adalah
merupakan dalil yang menegaskan bahwa luasnya ide sama dengannya luasnya
realitas. Dalil ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh keum empiris tentang
realitas, “yang nyata” bagi kaum empiris secara tegas ditolak oleh Hegel, sebab
baginya itu tidaklah rasional, hal tersebut terlihat rasional karena merupakan
bagian dari aspek keseluruhan.
Hegel
meneruskan bahwa keseluruhan itu bersifat mutlak dan yang mutlak itu bersifat
spiritual yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya sendiri. Jadi realitas
pada kesendiriannya bukanlah hal yang benar-benar nyata, tetapi yang nyata pada
dirinya adalah partisipasinya pada keseluruhan.
Dalam bukunya Phenomenologi of
Mind (1807), Hegel menggambarkan tentang “yang mutlak” sebagai bentuk yang
paling sempurna dari ide yang selanjutnya menjadi ide absolut. Ide
absolut menurut Bertrand Russell adalah pemikiran murni, artinya adalah bahwa
ide absolut merupakan kesempurnaan fikiran atau jiwa yang hanya dapat
memikirkan dirinya sendiri. Pikirannya dipantulkan kedalam dirinya sendiri
melalui kesadaran diri.
DIALEKTIKA
Dialektika
merupakan metode yang dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan
ide menuju pada kesempurnaan. Menelusuri meteri baginya adalah kesia-siaan
sebab materi hanyalan manifestasi dari perjalanan ide tersebut. Dengan
dialektika, memahami ide sebagai realitas menjadi dimungkinkan.
Dialektika
dapat dipahami sebagai “The Theory of the
Union
of opposites” (teori tentang
persatuan hal-hal yang bertentangan). Terdapat tiga unsur atau konsep dalam
memahami dialektika yaitu pertama, tesis, kedua sebagai lawan dari yang
pertama disebut dengan antitesis. Dari pertarungan dua unsur ini lalu
muncul unsur ketiga yang memperdamaikan keduanya yang disebut dengan sinthesis.
Dengan demikian, dialektika dapat juga disebutsebagai proses berfikir secara
totalitas yaitu setiap unsur saling bernegasi (mengingkari dan diingkari),
saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi
(memperantarai dan diperantarai).
Untuk memahami proses triadic itu
(thesis, Antitesis, dan sithesis), Hegel menggunakan kata dalam bahsa Jerman
yaitu aufheben Kata ini memiliki makna “menyangkal”, “menyimpan” dan
“mengangkat”. Jadi dialektika bagi Hegel bukanlah penyelesaian kontradiksi
dengan meniadakan salah satunya tetapi lebihdari itu. Proposi atau tesis dan
lawannya antitesis memiliki kebenaran masing-masing yang kemudian diangkat
menjadi kebenaran yang lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini sebagai
berikut:
1. menunda klonflik antara tesis dan
antitesis.
2. Menyimpan elemen kebenaran dari
tesis dan antitesis.
3. Memgungguli perlawanan dan
meninggikan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hagel memberikan contoh sebagai
berikut “yang mutlak adalah yang berada murni (pure being)” yang tidak memiliki
kualitas apapun. Namun yang berada murni tanpa kualitas apapun adalah “yang
tiada (nothing)” ini merupakan regasi dari proposi atau tesis, oleh sebab itu
kita terarah pada antitesis “yang mutlak adalah yang tiada”. Penyatuan antara
tesis dan antitsis tersebut menjadi sinthesis yaitu apa yang disebut menjadi
(becoming) maka “yang mutlak adalah yang menjadi”, sinthesis inilah kebenaran
yang lebih tinggi.
Dialektika Hegel merupakan
alternatif tradisional yang mengasumsikan bahwa proposi haruslah terdiri dari
subjek dan predikat. Logika seperti ini bagi Hegel tidaklah memadai. Berikut
contoh yang bisa sedikit menerangkan tentang hal tersebut, dalam logika
tradisional terdapat proposi sebagai berikut Heru adalah seorang paman”, kata
paman disini merupakan predikat yang dinyatakan begitu saja benar (benar dengan
sendirinya), Heru tidak perlu mengetahui keberadaannya sebagai paman, maka
dalam hal ini logika tradisional mengandung cacat. Hegel menggantinya dengan
dialektika untuk menuju pada kebenaran mutlak, paman bagi Hegel tidaklah benar
dengan sendirinya, sebab eksistensinya sebagai paman juga membutuhkan
eksistensi orang lain sebagai keponakan. Dari perseteruan antara paman sebagai
tesis dan keponakan sebagai antitsis maka tidaklah memungkinkan kebenaran
parsial atau individual, kesimpulannya adalah kebenaran terdiri dari paman dan
keponakan. Jika dialektika ini diteruskan akan mencap[ai kebenaran absolut yang
mencakup keseluruhan.
Tidak ada kebenaran absolut tanpa
melalui keseluruhan dialektika. Setiap tahap yang belakangan mengandung semua
tahap terdahulu. Sebagaimana larutan, tak satupun darinya yang secara
keseluruhan digantikan, tetapi diberi tempat sebagai suatu unsur pokok di dalam
keseluruhan.
FILSAFAT
SEJARAH
Setelah
Hegel menyatakan bahwa yang sejati adalah rasional dan kemudian menerangkan
tentang dialektika yang membawa ruh kepada titik absolut, maka kita kemudian
akan di bawa pada pemahaman hakekat sejarah. Sejarah bagi Hegel dapat dipahami
sebagai proses dialektika ruh. Filsafat sejarah Hegel merupakan perwujudan atau
pengejewantahan dari ide universal menuju pada absolutisme dengan menjelaskan
semua yang terjadi sebagai proses.
Bagi
Hegel, sejarah berlaku pada kelompok bukan dalam individu. Searah berkaitan
dengan jiwa manusia dan seluruh budayanya bukan dengan Ilmu dan tekhnologi
seperti yang di jelaskan oleh para pemikir pencerahan. Hegel mengangap sejarah
tidakah bergerak secara lurus terhadap kemajuan, namun ia bergerak secara
dialektis melalui jalan melingkar.
Dalam
The Philosophy of History Hegel mengatakan bahwa Esensi dari ruh adalah
kebebasan , maka kebebasan adalah tujuan dari sejarah. Sejarah baginya
merupakan gerak kearah rasionalitas dan kebebasan yang semakin besar. Hegel
kemudian merumuskan perkembangan historis ruh, yang terbagi dalam tiga tahap : Pertama,
Timur. Kedua, Yunani dan Romawi dan Ketiga, Jerman. Pada fase
pertama kita akan temui bahwa yang bebas hanyalah satu orang, seperti yang kita
lihat dalam monarki Cina dan Timur Tengah , lalu sejarah bergerak pada masa
Yunani Kuno dan Romawi dimana yang bebas menjadi beberapa orang sebab masih ada
pembedaan antara tuan dan budak maka bentuk yang sempurna adalah Jerman dimana
yang bebas adalah semuanya Pemikiran Hegel mengarahkan kita pada pemahaman
bahwa sejarah merupakan pergerakan penuh tujuan atas cita-cita Tuhan untuk
kemanusiaan. Hegel pun memahami bahwa sejarah memang merupakan meja pembantaian
dimana kesengsaraan, kematian , ketidakadilan dan kejahatan menjadi bagian dari
panggung dunia. Namun Filsafat sejarah merupakan teodisi atau usaha
untuk membenarkan tuhan dan mensucikan tuhan data tuduhan bahwa tuhan
membiarkan kejahatan berkuasa di dunia. Dia menunjukkan anggapan yang salah
tentang sejarah di sebabkan karena merekan hanya melihat permukaanya saja,
tetapi mereka tidak melihat aspek Laten serta potensial dalam sejarah yaitu
jiwa absolut dan esensi jiwa yaitu kebebasan .
PETA PEMIKIRAN HEGEL 4
Negara
Negara
merupakan tema sentral dalam pembahasan tentang kehidupan dalam masyarakat
politik. Sebagai seorang filosof, Hegel kemudian merumuskan bentuk negara ideal
baginya, pandangannya tentang negara tersebut dapat dilihat pada dua karyanya
yaitu The Philosopy of History dan The Philosopy of Law. Tentu
saja pandangannya tentang negara tidak lepas dari sistem filsafat yang
dibangunnya.
Hegel menunjukkan bahwa hakekat
manusia dimasukkan dan diwujudkan dalam kehidupan negara-bangsa. Menurutnya,
negara-bangsa merupakan totalitas organik (kesatuan organik) yang mencakup
pemerintahan dan institusi lain yang ada dalam negara termasuk keseluruhan
budayanya. Hegel juga menyatakan bahwa totalitas dari budaya bangsa dan
pemerintahannya merupakan individu sejati. “Individu sejarah dunia adalah
negara-bangsa”, maksudnya negara merupakan individu dalam sejarah dunia.
Negara merupakan manifestasi dari
ide universal. Sedangkan individu (orang per orang) merupakan penjelmaan dari
ide partikular yang tidak utuh, dan merupakan bentuk kepentingan yang sempit.
Negara memperjuangkan kepentingan yang lebih besar,
memperjuangkan/merealisasikan ide besar. keinginan negara merupakan keinginan
umum untuk kebaikan semua orang, karenanya negara harus dipatuhi dan negara
dapat memaksakan keinginannya pada warganya. Negara adalah
“penjelmaan dari kemerdekaan rasional, yang menyatakan dirinya dalam bentuk
objektif”.
Karena
itulah negara yang dibentuk Hegel adalah absolut. Negara baginya bukan apa yang
di gambarkan John Lock atau teoritisi-teoritisi kontrak sosial yang
dibentuk dari kesepakatan bersama dari rakyatnya, Hegal berpendapat sebaliknya
,negaralah yang membentuk rakyatnya. Hegel memang mensakralkan negara sampai ia
menganggap bahwa sepak terjang negara di dunia ini sebagai “derap langkah Tuhan
di bumi” The State is devine idea as it exists on earth. (Ahad Suhelmi:
256-259)
Dalam perspektif ini individu
tidaklah dimungkinkan untuk menjadi oposisi negara sebab ia membawa kepentingan
parsial. Negara adalah sumber budaya, kehidupan institusional dan moralitas.
Hegel menyatakan dalam Reason of History: segala yang ada pada manusia, dia
menyewa pada negara, hanya dalam negara dia mendapatkan jati dirinya. Maka tidak
seorang pun bisa melangkah di belakang negara, dia mungkin bisa memisahkan diri
dari individu lain namun tidak dari jiwa manusia.
Lalu dimanakah existensi individu
ketika ia tidak lagi memiliki kekuasaan dan kebebasan? Hegel menjawabnya dengan
membedakan kebebasan formal dan kebebasan substansial. Berikut
ini penjelasanya
1. Kebebasan formal merupakan
kebebasan yang diasumsikan oleh kaum atomis di masa pencerahan, dimana individu
terisolasi, kebebasan ini diraih dari sifat alamiah seperti: kehidupan,
kebebasan dan properti (hak milik), kebebasan ini bersifat abstrak dan negatif.
Bagi Hegel, inilah kebebasan dari penguasa yang menindas.
2. Kebebasan substansial adalah
merupakan kebebasan ideal bagi Hegel, hal ini cita-cita moral masyarakat yang
berasal dari kehidupan spiritual masyarakat tertentu. Kebebasan ini hanya dapat
diraih dari negara, di sinilah cita-cita etika dan jiwa fundamental orang-orang
dalam hukum-hukum dan institusi-institusinya dapat dicapai.
Dalam pandangan Hegel, jika kita
membenci budaya kita dan tidak sependapat dengan cita cita dan institusi
masyarakat kita maka kita berada dalam keterasingan. Keterasingan merupakan
terdiri dari banyak komponen yaitu: perasaan menjadi asing diri, terputus dari
perasaan sendiri ataupun identitasnya sendiri; perasaan tidak memiliki norma;
tidak memiliki arti; lemah dan lain lain.Keterasingan yang dipahami Hegel
merupakan kegagalan kehendak individu untuk beradaptasi dengan yang lebih besar
yaitu kemauan masyarakat. Keterasingan merupakan kondisi dimana seseorang tidak
bisa mengidentifikasikan diri dengan moralitas publik dan institusi masyarakat