Memahami semesta ternyata tidak memadai lagi dengan hanya
mengandalkan doktrin-doktrin objektivisme, reduksionisme, dan determinisme yang
selama ini menjadi pilar penyangga sains modern yang bersifat newtonian
cartesian. Pada dasarnya sains modern hanya mengedepankan sisi
mekanis-matrealistis semesta dan mengabaikan keberadaan sisi lainnya.
Sejak beberapa dekade terakhir kita dihadapkan pada berbagai
fenomena sosial yang membingungkan, dalam arti sulit atau bahkan tidak mampu
lagi dijelaskan dengan menggunakan perbendaharaan ilmu pengetahuan. Yang
seperti di bahasakan thomas kuhn “saat ini paradigma newtonian-cartesian yang
menjadi basis ilmu pengetahuan kita menjadi anomali. Seiring mengalirnya waktu
anomali itu kemudian menumpuk sehingga menciptakan suatu krisis paradigma.
Alternatif yang diberikan ialah melakukan revisi atau restorasi terhadap
paradigma tersebut atau menciptakan paradigma yang baru.
Pengembaraan di dunia sains memang akan selalu membuka
cakrawala baru bagi mereka yang melakukannya. Memberinya ide dan gagasan yang
seakan tidak pernah habis tentang berbagai kemungkina yang terjadi di alam.
Persis sebagaimana yang dimaksud Shakespeare dan Hamlet
“kenyataan yang di bumi dan langit lebih kaya dari pada mimpi-mimpi
filosofis kita”.Penjelajahan sisi yang terabaikan itulah yang menjadi titik
tolak perkembangan sains baru yang kemudian menawarkan presfektif yang lebih
luas sesuai untuk memahami semesta.
Kemandirian lokal merupakan
sesuatu yang dijabarkan dalam suatu krisis paradigma. Pendekatan ini
menujukan bahwa pembangunan lebih tepat bila dilihat sebagai proses
adaptasi-kreatif suatu tatanan masyarakat dari pada suatu uoaya rangkaian
mekanistis yang mengacu pada upaya suatu rencana yang disusun secara
sistematis.
Kemandirian lokal juga menegaskan bahwa organisasi
seharusnya dikelola dengan lebih menegaskan partisipatif dan dialog dibandingan
dengan semangat pengendalian ketat sebagaimana dipraktekkan selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar