Kemerdekaan indonesia yang bertepatan dengan hari
jum’at tanggal 17 Agustus 1945 merupakan
hari yang bersejarah. Hari tersebut ditandai dengan pembacaan naskah proklamasi
oleh Bung karno dan Bung hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta
Pusat. Pembacaan naskah tersebut tidak serta
merta dibacakan oleh rakyat indonesia akan tetapi, melawati berbagai pergolakan
yang panjang.
Banyaknya darah yang diberikan oleh
pahlawan-pahlawan Indonesia yang terdaftar sebagai pahlawan nasional ataupun
yang tidak terdaftar sebagai pahlawan nasional hal itu membuat kita selaku
hasil dari sejarah perjuangan tersebut tidak serta merta hanya merayakannya
dengan hanya melakukan acara ceremonial belaka saja.
Saat ini bangsa indonesia yang katanya
telah merdeka dari penjajahan yang diamini oleh pengakuan negara-negara dunia tengah
mengalami yang namanya sindrom narsisme belaka. Kita melihat bahwa kemerdekaan
ini hanya sebatas konten teks ataupun simbol-simbol belaka yang dimuat diatas
kertas putih dan ditanda tangani oleh tinta hitam saja.
Indonesia yang katanya surga dunia
tempatnya berbagai macam tanaman dapat tumbuh di negeri yang katanya diberkahi
ini begitu diagung-agungkan. Sampai-sampai Profesor Arysio Santos
menganguk-anggukan kepala seraya mengatakan bahwa Indonesia merupakan benua
Atlatis dalam penelitiannya selama 30 tahun.
Indonesia memang kaya dengan Sumber Daya
Alam akan tetapi Sumber daya Alam yang melimpah tidak akan pernah bermanfaat jika tidak dimulai dengan pemanfaatan Sumber
daya Manusia melalui “pendidikan gratis”.kita melihat saat ini masih banyak anak-anak
bangsa yang nota bene sebagai penerus pengganti kaum tua dimasa mendatang tidak
dapat melanjutkan pendidikan. Padahal kita ketahui bahwa mereka adalah penerus
bangsa.
Pola pendidikan yang ada masih saja
sektoral jawanisasi dimana pemfokusan mutu Sumber Daya Manusia hanya di
fokuskan pada daerah Jawa dan sekitarnya terbukti dengan prasarana-prasaran
yang lengkap di bandingkan dengan daerah-daerah Nusantara di luar jawa sana.
Padahal kita ketahui “Indonesia bukan hanya Jawa saja”.
Model pendidikan sebagai serana
“memerdekakan manusia menjadi manusia yang seutuhnya” hanya isapan jempol
belaka. kita ketahui bahwa sistem pendidikan yang hanya menginstruksikan para
siswa untuk menduplikat isi kepala guru tanpa ada kemerdekaan berfikir jelas
ini hanyalah “merobotkan manusia menjadi robot yang seutuhnya”.
Dengan kemerdekaan Indonesia yang ke 68
sudah berumur tua ketika dibenturkan dengan umur manusia ini seharusnyalah kita
merefleksikan diri membuka pikiran dan merevolusi sistem-sistem pertahanan kita
dalam hal ini peningkatan “Sumber Daya Manusia” melalui mutu pendidikan yang
lebih dari maksimal.