Kamis, 21 April 2011

untuk mu kau feminis.............

Tidak seperti pandangan atau pemahaman lainnya, feminisme tidak berasal dari sebuah teori atau konsep yang didasarkan atas formula teori tunggal. Itu sebabnya, tidak ada abstraksi definisi secara spesifik atas pengaplikasian feminisme bagi seluruh perempuan di sepanjang masa. Definisi bagi feminisme dapat dikarenakan dan berubah dikarenakan oleh pemahaman atau pandangan akan feminisme yang didasarkan atas realita secara historis dan budaya, serta tingkat kesadaran, persepsi dan perilaku.

Bahkan diantara perempuan, dengan jenis-jenis yang hampir mirip, terdapat perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai pemikiran feminis, sebagian didasarkan atas alasan (misalnya akar kebudayaan) patriarki dan dominasi pria, dan sampai pada resolusi final atas perjuangan perempuan akan non-eksploitasi lingkungan, kebebasan klas, latar belakang, ras, dan bias jender.

Meski demikian, definisi luas feminisme saat ini (yang telah diterima oleh paling tidak para perempuan di Bangladesh, India, Nepal, Pakistan dan Sri Lanka dalam sebuah lokakarya se-Asia Selatan) adalah sebuah kepedulian akan tekanan dan eksploitasi terhadap perempuan dalam lingkungan, pekerjaan dan sekaligus keluarga, serta penyadaran aksi tindakan laki-laki dan perempuan untuk merubah situasi ini.

Apakah perjuangan ini benar-benar relevan pada saat ini? Sebab bagaimanapun, perempuan telah memiliki banyak hak demokratisnya -pendidikan, pekerjaan, otoritas, dll- sekarang. Dan bukankah benar, bahwa kita saat ini telah memiliki presiden, perdana mentri dan pemimpin politik perempuan yang kuat?

Kita telah memiliki perempuan yang berperan diberbagai profesi, seperti diplomat, doker, insinyur, pengacara, profesor. Lalu apa masalahnya dan apakah kita masih membutuhkan feminisme? Walau perempuan telah menjadi bagian aktif dalam kekuatan kerja, dan bahkan sebagian telah mandiri secara ekonomi, masih ada para perempuan yang tetap saja mendapat upah rendah. Itu pun jika mereka dibayar. Bahkan bila sebagian dari mereka yang telah mandiri tadi berada di posisi "atas", hanya sedikit yang duduk dalam posisi pemegang keputusan atau eksekutif atau manajerial. Dan bilapun ada beberapa perempuan memegang posisi penting, umumnya mereka masih berpikir dan bertindak berdasarkan sistem patriarki/laki-laki yang mengungkungnya.

Kebanyakan perempuan pekerja merupakan "pembantu" keluarga, atau bekerja di sektor informal dengan penghasilan sangat kecil. perempuan adalah orang terakhir yang dipekerjakan, namun orang pertama yang diberhentikan (dipecat). Semakin cepat unit-unit industri termekanisasi dan termodernisasi, posisi perempuan pekerja akan digantikan dengan mesin-mesin, dan di"lempar" dari pekerjaannya. Contoh terburuk untuk hal ini terjadi di industri teksil di India, dimana dalam jumlah besar tenaga kerja perempuan sampai saat ini mengalami penyempitan jumlah tenaga kerja. Dalam beberapa kasus, hal yang dikarenakan status perempuan seperti ini telah benar-benar terbukti sampai saat ini. Di Sri Langka, angka statistik mengenai harapan kehidupan perempuan, kenyataan, dan lain-lain menunjukkan hal yang sedikit menggembirakan. Namun secara keseluruhan, di semua negara-negara kami, di segala bidang, perempuan berada dibelakang pria.


Apakah patriarki itu?

Kata ini sendiri berarti aturan yang berasal dari Ayah (Bapak) atau kepala keluarga. Ini mengacu pada sistem sosial, dimana Bapak memegang kontrol (kendali) atas seluruh anggota keluarga, kepemilikan barang, sumber pendapatan dan pemegang keputusan utama.

Sehubungan dengan sistem sosial ini, diyakini (dijadikan ideologi) bahwa pria lebih superior dibanding perempuan, sehingga perempuan sudah seharusnya dikendalikan (dikontrol) oleh pria dan menjadi bagian dari properti pria. Pemikiran ini membentuk dasar dari banyaknya peraturan agama dan kenyataan sekaligus menjelaskan semua tindakan sosial yang 'memenjarakan' perempuan di rumah serta mengontrol kehidupan mereka. Selain itu, standar dobel moralitas dan hukum kita, yang memberikan hak lebih pada pria dibanding perempuan, didasarkan atas patriarki. Saat ini, jika kita menggunakan kata 'patriarki', maka ini mengacu pada sistem yang menekan dan mengsubordinasikan perempuan, baik di bidang khusus maupun umum.

Apakah Anda akan menyebut seorang perempuan yang memutuskan hanya menjadi seorang ibu rumah tangga sebagai feminis?

Pertama-tama, kita tidak akan menyebut "hanya" bagi seorang ibu rumah tangga, mengingat apa dan betapa besarnya pekerjaan yang dilakukan seorang ibu rumah tangga. Feminis tidak akan menganggap remeh ibu rumah tangga atau pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Bahkan kenyataannya, kerja utama kaum perempuan adalah memiliki pemahaman (kembali) dan penghargaan akan pekerjaan rumah, sehingga perempuan yang melakukan pekerjaan ini dipahami, dihargai, dan dihormati. Sebab jika 'pekerjaan rumah' mendapatkan penghargaan, pemahaman dan penghormatan miliknya, kaum pria pun mungkin akan tidak hanya mengakuinya, namun kemungkinan pula turut dapat mulai untuk melakukannya.

Perempuan yang memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dan merasakan kebebasan individu dan bakatnya secara penuh dengan memilih jalan ini, dapat tetap dikatakan sebagai seorang feminis. Menjadi seorang feminis tidak berarti bekerja di luar rumah. Sebab maksudnya adalah memiliki piliihan nyata yang didasari oleh kesamaan kesempatan. Faktor pilihan, yang diinginkan oleh perempuan sendiri, adalah hal yang paling penting

Bukannya malah feminis memiliki ketakutan yang tidak berdasar akan suatu hal kecil? Contohnya, apakah penting mempermasalahkan bila seorang perempuan disebut sebagai 'chairman (seorang pemimpin )' alih-alih chairwoman? Sudah barang tentu, kita tidak dapat merubah segalanya?

Walaupun perihal bahasa tidak pernah menjadi yang utama dalam rasa, yang tidak satu pun dari kampanye besar kaum feminis yang menyinggungnya, kaum feminis tetap menganggap hal ini penting untuk dihadapi, dicoba dan dirubah pada prakteknya. Terlebih sejak hal ini memiliki prinsip, kebudayaan dan pengaruh sejarah.

Bahasa dan kata adalah hal-hal yang penting. Kita perlu mengenali, bahwa bahasa, seperti bahasa Inggris, memang memiliki kencenderungan jender, yang menghadirkan superioritas pria dan menyingkirkan dan menempatkan perempuan diurutan akhir. Oleh karena bahasa, seperti halnya agama dan ideologi, memiliki kemiripan bagi berlanjutnya bias pria dan sudut pandang pria, mengapa kita harus menerima sesuatu yang diskriminatif, menghina atau tidak mengenali keberadaan kita, dan fungsi terbaru kita dalam lingkungan?
Belakangan ini, ketika perempuan tidak memasuki area kerja baru (saat tidak ada perempuan yang memimpin, berolahraga, membuat laporan, menjadi ilmuwan, menjadi pemimpin spriritualitas), bahasa berefleksi dengan kenyataan, dengan menciptakan bentuk-bentuk seperti: chair-man, sports-man, media-man, dll. Saat ini, beberapa aspek bahasa telah tertinggal jauh dari kenyataan perubahan sosial. Terutama sejak perempuan mulai memasuki bidang-bidang seperti telah disebutkan di atas. Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk tidak merubah kata-kata tadi menjadi: chair-person, sports-person, one-women show, dll, dimana orang ketiga yang mengikuti kata benda di depannya tidak selalu menjadi pria (he), dirinya (himself) dan dia (his). Sebab bagaimana pun juga, tidak membutuhkan usaha yang besar untuk melakukan keadilan bahasa bagi perempuan, hanya dibutuhkan usaha kepedulian untuk menjadikannya bagian dari perbendaharan kata kita.

Bukankah feminis menghancurkan kedamaian rumah tangga?

Ya, sebagian feminis barangkali sebenarnya menghancurkan rumah namun mereka melakukannya dengan cara yang sama dengan buruh tani atau buruh yang mengganggu keharmonisan sebuah desa atau pabrik kala mereka bergandengan tangan (bersama-sama) menentang tuan tanah atau pemilik pabrik. Sebab bagaimana pun pula, kedamaian seseorang mungkin saja adalah racun bagi orang lain.

Dapatkah seorang perempuan dikatakan sebagai seorang penghancur rumah tangga, bila mereka mulai tidak menyukai kehidupannya yang membosankan, kerja keras, ritme pekerjaan rumah sehari-hari yang monoton, dan memelihara anak-anak terus-menerus? Akankah Anda menyebut perempuan sebagai pembuat masalah, bila mereka mulai membenci dirinya yang hanya menjadi bayang-bayang suami, bila mereka menolak menjadi gaung keinginan suami, bila mereka menolak menghabiskan hidup mereka dengan membantu suami dalam meraih karirnya atau merealisasikan ambisinya? Apakah perempuan yang menginginkan hidup bagi dirinya sendiri, yang memiliki impian dan ambisinya sendiri, yang tidak ingin menjadi ideal, tidak ingin berkorban, tidak ingin merusak rumah tangga, ataukah pria, yang memaksakan perempuan agar berbalik melawan dirinya sendiri melalui cara di atas tadi, yang sebenarnya adalah penghancur rumah tangga sejati?

Feminis (berarti perempuan yang menginginkan penghargaan dan harga diri) tidak mengganggu rumah tangga, namun tidak memberikan kedamaian seutuhnya di rumah karena ketidakdamaian kebanyakan rumah tangga berasal dari ketidakjujuran yang 'membuang' perasaan, kepribadian, emosi dan impian banyak perempuan. Selama perempuan tidak dijadikan objek bagi ketidakadilan semacam ini, pasti ada kedamaian. Namun ketika perempuan mulai mempertanyakan keseimbangan dan keadilan, permasalahan dimulai.

Apakah feminis menentang para ibu?

Feminis tidak menentang perempuan memiliki anak. Namun kami (feminis-red) tidak menganggap menjadi ibu adalah takdir setiap perempuan, begitu juga tidak kami bandingkan antara perempuan dengan ibu. Kami percaya bahwa setiap perempuan seharusnya memiliki pilihan, apakah akan atau tidak memiliki anak. Pada saat ini, pilihan semacam itu tidak diakui secara legal, sosial atau psikologis di kebanyakan negara-negara kami. Dan perjuangan kami untuk itu adalah mendapatkannya.

Lebih jauh kami merasa, bahwa meski hanya seorang perempuan yang dapat memelihara anak, siapa saja sebenarnya dapat "menjadi" ibu. Sebab para ibu tidak berarti secara fisik memberikan kelahiran seorang anak. Artinya lebih pada memelihara, memberi dukungan dan mengasihi makhluk hidup lain. Tugas menjadi ibu seperti ini dapat dilakukan oleh siapa pun, tidak harus hanya oleh perempuan yang memberikan kelahiran. Banyak perempuan yang tidak dapat memberikan anak, namun menjadi ibu yang luar biasa. Begitupun sebaliknya.

Kemampuan dan kapasitas menjadi ibu bukanlah hal yang alami, bukan pula keputusan biologis. Tergantung pada 'mengingini' dan 'mempelajari' menjadi ibu. Dan hal ini dapat pula dilakukan semudah itu oleh pria. Pria dapat pula menjadi ibu, bahkan sebagian pria adalah ibu.

Semua ini terdengar masuk akal, namun mengapa feminisme begitu menakutkan? Mengapa selalu dipengaruhi kekerasan? Mengapa sering kali dijadikan bahan gurauan dan kebohongan? Mengapa pula mengundang banyak perlawanan?

Semua ini tidak mengherankan, bila orang merasa takut akan feminisme. Mereka setidaknya jujur saat mengatakan: "Kau tahu, kami tidak keberatan dengan hal seperti minat perempuan, akan tetapi feminisme adalah masalah". Feminisme menghadirkan rasa tidak nyaman bagi beberapa orang karena mungkin ini bukanlah satu-satunya pandangan (pemahaman) yang memasuki ruang kejujuran dalam rumah, yang peduli akan keeratan yang amat sangat dalam hubungan antar manusia. Dimana hubungan tersebut mempertanyakan kepercayaan, pola pikir dan perilaku kita, sebaik nilai dan agama kita. Apapun dari semua inilah yang menakutkan.

Sekali perempuan mempertanyakan patriarki, superioritas dan dominasi pria, maka kita perlu menengok kembali pada konflik yang terjadi antara kita dengan para ayah, para saudara laki-laki, para suami, para anak dan teman-teman laki-laki. Sebab mereka-mereka inilah para pria yang menghadirkan patriarki bagi kita dengan cara yang amat cepat dan menyakitkan.

Ini menyakitkan tidak hanya bagi pria yang dipertanyakan akan hal ini, namun pula bagi perempuan yang mengajukan pertanyaan. Kami terkadang pula bertanya-tanya, apakah yang kita lakukan ini benar, apakah ini benar-benar berguna, apakah kita mampu menghindari kepahitan saat menghadapinya dan memandang ketidakpastian oleh kuatnya pandangan gender di rumah, di tempat kerja, di lingkungan kita, di sepanjang waktu.

Apakah feminisme merupakan fenomena kelas menengah?

Meski pada satu tataran terlihat bahwa sepertinya feminisme terbatas pada perempuan klas menengah, namun penggambaran sesungguhnya tidaklah demikian. Ini "muncul" oleh situasi yang didasari 2 buah alasan; pertama, kepincangan media dalam membuat liputan. Kedua, feminis klas mengengah terlihat lebih "vokal" (berani beropini). Mereka tidak hanya berjuang, namun juga menuliskan isu yang terjadi dan mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui beragam media seperti surat kabar, majalah, teater jalanan, nyanyian dan televisi.

Oleh karena kami mendengar banyak hal tentang perempuan urban klas menengah serta organisasi mereka, kami mulai berpikir bahwa perempuan klas pekerja dan petani bukan hanya tidak merasa ditekan, namun juga tidak melakukan apapun bagi hal itu. Hal ini jauh dari kebenaran. Kenyataannya, ratusan bahkan ribuan perempuan klas pekerja dan kelompok perempuan pekerja yang mengangkat isu-isu perempuan. Belum lagi ditambah dengan pengangkatan isu-isu klas, hak kepemilikan barang, dan lain sebagainya kepada publik.

Untuk menjadi seorang feminis, Anda tidak perlu mengetahui kata-kata atau jargon feminisme, tidak pula perlu dipenuhi dengan teori feminisme. Yang dibutuhkan adalah kesadaran akan adanya patriarki dan semangat untuk mengakhiri ketidakadilan, diskriminasi oleh pria serta standar-standar ganda. Bagaimanapun, pada kondisi awal, klas menengah dan perempuan berpendidikan adalah mereka yang lebih "vokal", lebih aktif bagi dorongan berdemonstrasi, berargumentasi, dll, namun ini semua dapat benar-benar dipertimbangkan untuk menentang mereka.

Sebaliknya, pada kenyataannya, mereka menggunakan pendidikan dan kemandirian ekonomi mereka untuk memperjuangkan para perempuan lainnya, sebaik perjuangan bagi diri mereka sendiri. Dalam contoh lain, klas menengah feminis memainkan peran yang sama dengan kelompok klas menengah urban, dalam melakukan gerakan feminisme (seperti yang telah mereka lakukan) bagi semua gerakan yang berjuang demi perubahan sosial.

Apakah feminis adalah pembenci kaum pria?

Para feminis tidak membenci pria namun menentang patriarki, diskriminasi oleh pria dan ke-pria-an dalam diri pria, yang diekspresikan dengan dominasi, egoisme, penghinaan, kekerasan, dsb. Kami menentang pria yang tidak dapat menerima kesejajarannya dengan perempuan, yang memperlakukan perempuan sebagai benda atau barang milik pria, atau bahkan hanya memandang perempuan sebagai komoditas semata.

Sayangnya memang kebanyakan pria mendominasi dan memiliki kualitas-kualitas (seperti telah disebutkan pada paragraf sebelumnya) tersebut. Hal ini nyata, meski banyak pria dengan gairah demokrasi dan sosialis yang paling tinggi sekalipun, namun saat konsep kesejajaran timbul dalam lingkungan, mereka menolak untuk menerima kesejararan dalam rumah (rumah tangga) dan hubungan interpersonal pria-perempuan.

Bagaimanapun kami percaya bahwa seperti perempuan, yang tidak secara alami diharuskan memelihara dan memberi makan anak semata, pria pun tidak secara alami digariskan untuk menjadi pemarah dan pendominasi. Keduanya, pada kenyataan, lebih menjadi korban atas kesadaran mereka sendiri. Dan oleh karena kondisi dan lingkunganlah -seperti halnya perempuan saat ini-, maka mereka terjebak dalam pandangan dan aturan sosial yang telah mematikan. Masalah kami adalah bahwa kebanyakan pria tidak mulai menyadari hal ini, dan sedikit diantaranya yang ingin berjuang membebaskan diri mereka menjadi lebih humanis dan demokratik sejati.

Apakah maksud Anda, meskipun pria tidak menyadarinya, feminisme dalam perjalanan panjangnya akan menguntungkan baik bagi pihak pria, maupun perempuan?

Benar. Para feminis mencari perubahan atas segala bentuk ketidaksejajaran, dominasi dan tekanan melalui bentuk-bentuk pesan keadilan, sosial dan ekonomi di dalam rumah, negara dan lingkup internasional. Pesan ini amat membutuhkan keikutsertaan pria. Tentu saja dalam situasi, mereka secara sadar kehilangan kekuasaan pria-nya, dominasinya, dan keuntungan-keuntungan lainnya. Namun mereka akan turut dalam perjuangan tersebut, sebagaimana lingkungan akan turut serta dengan cara yang berbeda. Contohnya, jika semua anak dalam keluarga (tidak hanya anak laki-laki) diperbolehkan dan didorong untuk tumbuh dan berkembang, maka akan lebih banyak talenta dan kreatifitas yang dimiliki oleh keluarga tersebut, bahkan negara ini. Bahkan keluarga akan lebih memiliki sumberdaya, lebih banyak memiliki kemampuan dibidang ekonomi, dan bahkan lebih kuat bila perempuan tidak dipaksa untuk mengingat ketergantungan, serta ketidakmampuannya yang membutuhkan perlindungan terus-menerus. Selain itu pria akan memiliki kewajiban ekonomik dan tekanan yang lebih sedikit, dan yang lebih penting lagi, mereka akan lebih dapat mengekspresikan kemampuan individual mereka sendiri dalam lingkungan yang baru ini. Dengan kata lain, feminisme akan membebaskan pria dari peraturan dan pandangan sosial yang menuntut banyak dari mereka.

Jika Anda mengatakan bahwa pria turut mendapat keuntungan dari gerakan para feminis, lalu mengapa para perempuan secara umum mengorganisasikan diri mereka kedalam seluruh kelompok-kelompok perempuan?

Gerakan perempuan dibangun pada awalnya dengan asumsi adanya sebuah kesamaan yang pasti diantara perempuan. Saat gerakan perempuan mengajukan sebuah perkumpulan yang menguntungkan bagi mereka semua, satu hal yang penting adalah pada satu tingkatan yang pasti dari perjuangan mereka sendiri, dan saat melakukannya dengan gerakan lain, perempuan menyadari kealamian pemenjaraan mereka dan rencana strategis untuk merubah situasi ini.

Rasionalisasi keadaan ini tidak berbeda dengan usaha otonomi yang telah mereka lakukan bagi penekanan klas. Kami melakukannya, sebagai contoh, mendukung perjuangan otonomi petani, dan/atau pekerja, mendukung otonomi klas dan etnik, gerakan nasional, dsb. Perbedaan ini lebih nyata bagi gerakan perempuan karena permasalahan di sini jauh lebih kompleks dan berlangsung lama. Dan ini membutuhkan resolusi mendasar, tidak hanya kemenangan satu kelompok atas kelompok lainnya (dalam hal ini kelompok perempuan melawan kelompok pria), namun sebuah pemikiran kembali dan perubahan struktur atas semua aspek kehidupan. (AIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar