Kamis, 21 April 2011

CATATAN SEORANG SLENGEAN........................

Mahasiswa sangat identik dengan demonstrasi, betulkah demikian?. Apa yang membentuk mahasiswa itu untuk demonstrasi? Apakah mahasiswa itu turun kejalan karena hati nuraninya karena melihat penderitaan rakyat, ataukah sebatas seremonial belaka dan ingin unjuk gigi?. Itulah secuil pertanyaan yang perlu dijawab bagi teman-teman mahasiswa yang selalu turun kejalan.
ketika pergolakan mahasiswa yang dimulai dari pemuda angkatan 66 melakukan suatu demonstrasi yang menurunkan rezim orde lama, kemudian digantikan oleh resim orde baru, tetapi kenapa sampai 32 tahun menjabat masih saja ada yang namanya suatu ketimpangan sosial malah semakin parah?. Kemudian resim orde barupun tumbang dan diganti dengan resim reformasi dan sampai sekarang, kalau kita melihat secara spesifik mungkin dari kemarin-kemarin pemuda-pemuda mahasiswa dan masyarakat gencarnya turun kejalan malah sampai mengganti resim tetapi kenapa sampai sekarang Indonesia tidak pernah berubah-rubah?
Ada….apa ya?.
Bukankah yang masuk ke dalam stekholder pemerintahan itu adalah tamatan perguruan tinggi, otomatis membawa identitas mantan Mahasiswa. Mungkin yang duduk ditampuk kekuasaan sana ada yang pernah turun kejalan malah memberikan kata-kata kotor buat pemerintah, tetapi kenapa berbalik arah menjadi 360 derajat, ada apa ya?
Apakah konsep suatu idealis hanya beradaptasi sementara, ataukah watak pemuda Indonesia memang mampuh beradaptasi di berbagai lingkungan?
Ada beberapa fakta yang terjadi. Ketika ada ketimpangan di skala nasional mahasiswa gencar-gencarnya untuk turun kejalan, tetapi ketika ada anak jalanan mengais rezeki yang seharusnya dia bersekolah kita hanya melihatnya. Bagaikan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tebang pilih.Mahasiswa berkoar-koar dijalan tetapi tidak memikirkan apakah di sekeliling kita itu sudah aman atau mapan.
Ketika turun kejalan mahasiswa cendrung membawa Identitas dan ego masing-masing. Yang lebih parahnya lagi setiap organ cendrung ingin menjadi tokoh ataupun super hero. Dimana letak tri darma perguruan tingginya kalau sudah begini.
Menurutku untuk mengamalkan tri darma perguruan tinggi itu tidak harus turun ke jalan tetapi bisa dengan menemukan penemuan terbaru bagi masing-masing bidang ilmu tertentu, untuk membantu masyarakat.
Bukan bersikap apatis atau pragmatis dan juga idealis tetapi kenyataan realistis itu mutlak di perlukan. Apa gunanya berkoar-koar tetapi tidak ada pengaplikasian. Kalau memang permasalahannya karena ada tata system yang mengatur trus haruska kita masuk kedalam system tersebut dan melebur.
Saya lebih senang melihat beberapa kaum yang termarjinalkan mereka tidak pernah turun kejalan maupun mengenyam yang namanya bangku pendidikan. Mereka tidak memakai suatu system yang telah di tetapkan, tetapi mengatur suatu tata system yang tidak merugikan,
Seperti : dalam melakukan jual beli mereka biasanya bertukar barang atau barter, ketika ada kebutuhan sekunder yang diinginkan mereka membuat sendiri.
Perlukah ketika turun kejalan membawa nama oragan? Ataukah inilah yang diatur dalam suatu scenario tandingan. Apakah dalam melakukan suatu demonstran itu tak lepas dari watak berbagai organ. Merah kuning hijau artinya santai berwarna tak masalah yang penting seirama. Mahasiswa berkoar dan menuntut yang namanya rasialis. Tetapi dalam melakukan suatu tuntutan atau demonstran masih saja ada yang namanya rasialis. Kontradiksi…………………….
Itulah secuil objektifitasku mengenai masalah demonstran……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar