Sabtu, 02 Juli 2011

DISTORSI KEBUDAYAAN DAN IDIOLOGI INDONESIA


Idiologi Indonesia mencakup tentang diologi pancasila yang tertuang kedalam 5 sila pada pembahasan pancasila.” Berbeda-beda tetap satu jua” itulah slogan dari pita yang di bawa oleh burung Garuda. Budaya Indonesia sangat beraneka ragam di karenakan letak dari tiap-tiap daerah dibedakan oleh laut karena hakekat dari Indonesia sendiri itu Negara kepualuan. Dan inilah yang terjewantahkan dalam slogan tersebut. Berbagai macam budaya, berbagai macam adat istiadat, dan etika di suatu daerah itu berbeda-beda. Akan tetapi perbedaan tersebut menyatukan kita dalam suatu genggaman yang ingin merdeka dari suatu penjajahan di nusantara khususnya.
Idologi Indonesia dari islam, marhaenisme,komunisme, nasionalisme, sampai kepada demokrasi mewarnai peradaban Indonesia ini. system pemerintahan pun demikian dari masa pemerintahan orde lama yang cendrung kepada komunis nasionalis, orde baru yang cendrung diktator, dan konsep agamawan serta domokrasi juga ikut bercampur aduk dalam tatanan pemerintahan. Tak heran jika kita melihat para birokratisasi turut serta mewarnai idologi mereka yang berwarna-warni meberikan sumbangan untuk ke sejahtraan rakyat Indonesia. Sampai-sampai mereka beradu urat saraf demi memajukan idologi yang paling di anutnya dan dibaggakannya.
Terlepas dari permasalhan Indonesia yang kian hari kian berwarna, kita juga melihat perubahan yang terjadi di masyarakat Indonesia, mulai dari masyarakat yang animisme menjunjung tinggi nilai adat istiadat, agamawan yang fundamentalis, sampai kepada globalisasi yang pengaruh kebarat-baratannya mulai menujukan eksistensinya setelah pengaruh demokrasi melanda Indonesia. Demikian hal tersebut telah mewarnai peradaban masyarakat Indonesia.

Terlepas dari itu semua kita tengah dihanyutkan oleh budaya demokrasi dan globalisasi yang meninabobokan kita, saya selaku penulis sangat mris melihat konsep adat sitiadat kita kian hari kian memudar. Dahulu pada masa kecil masih terngiang konsep “siri” dalam kebudayaan bugis-makassar khususnya. Dimana kita merasa malu ketika harga diri kita diinjak, saudara perempuan kita pulang malam dll. Tetapi hal tersbut sudah tidak dianggap lagi. Belum lagi berbicara masalah “pemmali” (bugis, red) atau bahasa jawanya “pammali” sudah danggap suatu hal kuno ketika sesorang mengatakan hal demikian.
Saya tidak tahu apakah kita ingin melupakan jati diri kita sebagai warga Indonesia umumnya dan suku tertentu khususnya. Kita cendrung berbangga hati ketika memiliki kebudayaan barat, kita justru mengkuti kebudayaan barat yang sungguh jauh berbeda dari adat istiadat kita.
Di mulai dari system pendidikan yang cendrung positivistik, gaya hidup yang melancolis, dan makanan serta perilaku yang super instant. Itukah kebudayaan dan idologi kita sebagai masyarakat Indonesia. Coba pikirkan sebaik mungkin kawan mau dibawa kemana identitas kita sebagai budaya yang menjunjung tinggi adat istiadat ketika kaum mudanya tengah terhanyut oleh “pop cultur” kehidupan seperti romansa yang ada di film holiwood. Karena nasib Negara itu tergantung dari pribadi kaum mudanya kawan. Ketika gaya hedonis melanda, gaya melankolis merasuki jiwa kehidupan konsumerisme menjadi candu peradaban apakah kita bisa membawa Indonesia menjadi Negara yang tercerahkan.
“PIKIRKANLAH SEBAIK MUNGKIN KAUM MUDA”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar